Selasa, 28 Juni 2011

Wasiat Kedua


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ



AlhamduliLLah, puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala, Yang Maha Menyaksikan segalanya, Maha Pengawas Yang Selalu hadir tanpa pernah absen, Maha Pendamping Yang tiada pernah berpisah dalam pemukiman maupunbepergian, Yang selalu mendorong kaum cerdik cendekiawan untuk mengamati ciptaan-Nya di alam malakut-Nya, di langit dan bumi-Nya yang sarat dengan tanda-tanda kebesaran ayat-ayat-Nya, yang mengandung pengertian dan pelajaran.

 

Salawat dan salam bagi junjungan kita Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga beliau yang mulia dan terhormat, sebanyak bilangan  gumpalan awan dan curahan hujan dan sebanyak bilangan hembusan angin yang menggerakkan pepohohan.

 

Ammâ ba’du: Saya berpesan, terutama kepada diri saya sendiri dan kepada anda sekalian para sahabatku tercinta semoga kita senantiasa bertaqwa kepada Allah Yang Maha Penguasa atas seluruh penguasa, Penyebab dari semua sebab, Yang Tiada Tuhan yang patut disembah selain Dia, dan tiada suatu tujuan hakiki kecuali kepada-Nya.

 

Sesungguhnya, orang yang berbahagia itu ialah yang selalu bersandar diri kepada-Nya, dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya, meletakkan dirinya di dalam kuasa dan kekuatan-Nya, berserah diri dan tunduk sepenuhnya kepada qudrat dan iradat-Nya. Bersungguh-sungguh meletakkan harapan dan keinginan kepada apa yang ada di sisi-Nya.

 

Adapun orang yang sengsara dan terjauhkan dari segala keberuntungan adalah yang berpaling dari Allah, tiada ingat kepada-Nya, bahkan selalu mengikuti bisikan hawa nafsunya dan mengutamakan dunianya di atas akhiratnya.

 

Maka pesan saya pertama-tama, hendaklah anda sekalian selalu bertawakal kepada Allah dan percaya sepenuhnya kepada jaminan-Nya, seraya merasa tenteram dalam naungan-Nya, selalu mohon pertolongan-Nya dalam segala urusan, bersandar kepada-Nya dalam segala hal, serta meletakkan harapan dan keperluan dalam lingkup kemurahan dan kurnia-Nya semata-mata.

 

Dan hendaklah anda sekalian memeutuskan segala harapan dan keinginan dari apa saja berada di tangan orang-orang lain, tidak menunjukkan sedikit pun ketamakan untuk memperoleh apa pun pemberian dari mereka. Namun, sekiranya ada seseorang memberikan hadiah secara ikhlas, terimalah oleh kalian pemberian itu dengan penuh rasa terima kasih kepadanya dan berdoalah untuknya. Nikmatilah seperlunya atau sedekahkanlah kepada orang lain sekiranya tidak kalian perlukan. Meskipun demikian, sekiranya ada keraguan tentang kebaikan sumber perolehan sesuatu yang di hadiahkan kepada kalian, tolaklah dengan cara yang santun.

 

Mementingkan Solat & Zikir

 

Hendaklah anda sekalian senantiasa bersungguh-sungguh dalam melaksanakan kelima shalat fardhu seraya memenuhi segala persyaratannya. Shalat adalah tiang agama dan diumpamakan bagai kepala dalam susunan anggota tubuh.

 

Adapun sebaik-baik cara pemeliharaannya adalah dengan mengerjakannya pada awal waktu dan sedapat mungkin dalam berjemaah. Sedangkan yang paling utama dan menentukan diterimanya solat itu ialah dengan menghadirkan hati di dalamnya di sertai dengan penuh kekhusyu’an. Alangkah buruknya bagi seseorang yang sedang bersolat, apabila anggota-anggota tubuhnya tengah bermunajat dengan Tuhannya, sedangkan hatinya berkelana kesana sini memikirkan ehwal dunianya.

 

Tetap membaca zikir Ketika dalam Perjalanan Jauh

 

Allah Swt. dengan kemurahan-Nya juga telah mneyediakan keringinan bagi hamba-hamba-Nya dalam melaksanakan solat, iaitu solat qasar dan jama’ (yang dibolehkan ketika sedang dalam perjalanan jauh). Maka manfaatkanlah kemudahan seperti itu (sesuai dengan persyaratan dan) pada tempatnya masing-masing kerana Allah Swt. amat suka kemudahan-Nya dinikmati, sebagaimana juga kewajipan-kewajipan-Nya di penuhi. Walaupun demikian, hendaklah kalian tetap melaksanakan semua zikir yang biasa kalian laksanakan setiap hari, sebagaimana yang kalian lakukan di saat sedang tidak bepergian. Oleh sebab itu, hendaklah kalian secara konsisten dan tekun senantiasa memelihara bacaan-bacaan Al-Quran dan pelbagai wirid yang biasa kalian lakukan dalam keseharian kalian. Jangan sekali-kali meninggalkannya. Kalaupun tidak dapat dilaksanakan secara sempurna akibat kesibukan dalam perjalanan, gantikanlah pada kesempatan lain, jika itu termasuk amalan yang dapat diganti (di-qadha’). Atau jika tidak termasuk amalan yang dapat di-qahda’ maka yang demikina itu termasuk dalam keringanan yang diberikan Allah Swt bagi orang musafir, sebagaimana disabdakan oleh Nabi Saw.:” Apabila seseorang Mukmin dalam keadaan bepergian, atau sedang sakit, maka Allah Swt. memerintahkan kepada malaikat-Nya agar mencatat baginya segala amalnya seperti ketika diamalkannya pada saat-saat ia bermukim dan dalam keadaan sihat wal-afiat”. Ini tentunya merupakan anugerah Allah serta rahmat dan kemudahan-Nya.

 

Alhamdulillah. Puji syukur ke hadirat-Nya, betapa besar rahmat dan kesayangan-Nya terhadap hamba-hamba-Nya!

 

Kesucian Lahir Batin

 

Dan hendaklah kalian – disamping memeperbanyakkan zikir kepada Allah Swt pada setiap saat- demikian juga, yang tidak kalah pentingnya, ialah menjaga kesucian batin,d alam erti kebersihan hati dari buruk sangka, dendam dan dengki terhadap sesama muslim atau melakukan penipuan terhadap mereka. Demikian juga hendaklah kalian selalu memperhatikan kesucian lahiriah di setiap saat. Yakni mensucikan diri dari hadas dan najis. Tentang ini, Allah Swt telah mewahyukan kepada Nabi Musa (a.s): “Apabila sesuatu musibah menimpa dirimu, pada saat tubuhmu tidak sedang dalam keadaan suci, maka janganlah menyalahkan selain dirimu sendiri”.

 

Lakukanlah zikir-zikir secara rutin pada waktu pagi dan sore, kerana zikir adalah benteng dari gangguan syaitan dan penangkal dari berbagai keburukan. Dalam kitab Al-Adzhâr  (karya An-Nawawi.-Peny) cukup banyak teks zikir yang di anjurkan, terutama ketika sedang dalam perjalanan jauh, ketika naik dan turun dari kenderaan dan juga pada saat memasuki kota tempat tujuan dan lain-lain sebagainya. Usahakanlah agar mendapatkan kitab tersebut, lalu hafalkanlah bacaan-bacaan yang tertera didalamnya, dan selanjutnya kerjakanlah dengan tekun.

 

Menghias Diri Dengan Akhlak Yang Baik

 

Hendaklah anda sekalian selalu mengutamakan kebersihan hati, kedermawanan dan kasih sayang kepada setiap muslim, serta sikap bersahabat dan ramah tamah kepada siapa saja yang bersahabat dengan kalian. Berupayalah agar kalian selalu membantu setiap muslim dalam memenuhi kebutuhannya, sama seperti mencukupi keperluan diri kalian sendiri. Tanamkanlah dalam diri kalian, kepedulian dan rasa keinginan untuk selalu menyenangkan hatinya. Jangan pula merasa malu atau segam memberikan nasihat dan bimbingan, demi kebaikan akhiratnya. Sebab, perasaan malu untuk melakukan hal seperti itu, sebetulnya bukan malu, melainkan sifat pengecut yang oleh setan dinamakan malu, semata-mata untuk menyenangkan hati orang-orang yang lemah imannya.

 

Senantiasa Berakhlak Mulia

 

Dengan siapa saja kalian bersahabat, utamakanlah budi pekerti yang baik dan sikap lemah lembut kerana semua keluhuran akhlak itu bertumpu pada kelembutan budi dan sikap lapang dada serta mengutamakan kepentingan para sahabat. Dan hendaklah seorang mukmin itu berwatak cepat ridhanya dan lambat amarahnya. Bahkan ciri khas dari sifat utama seorang Mukmin Kâmil (mukmin yang sempurna) ialah tidak akan mudah marah kerana sesuatu yang bekenaan langsung dengan diri peribadinya, melainkan semata-mata kerana sesuatu yang menyangkut pelanggaran terhadap hak tuhannya. Kalaupun seorang mukmin marah kerana sesuatu yang berkenaan dengnan hak peribadinya, maka keimanan yang bersemayam di dalam hatinya akan segera meredam kemerahannya itu. Seorang laki-laki pernah berkata kepada Nabi Saw.: “Ya Rasullallah! Berilah aku nasihat!” Maka beliau pun bersabda : “Jangan marah!” (Ucapan itu beliau ulang-ulang sampau beberapa kali).

 

Dan hendaklah anda sekalian selalu bersikap tawâdhu iaitu dengan memandang kepada sesama kaum Mukminin dengan pandangan pengnagungan dan penghormatan dan kepada diri sendiri dengan perasaan rendah hati.

 

Demikian pula hendaknya kalian selalu bersikap tulus ikhlas iaitu dengan senantiasa mengharapkan keredhaan Allah an pahala-Nya semata-mata, pada setiap kali melakukan suatu kebaikan ataupun meninggalkan suatu keburukan sebab barang siapa melakukan suatu perintah Allah Swt. akan tetapi dalam hatinya ingin mendapatkan kedudukan di sisi manusia atau mencar-cari pujian atau menginginkan harta kekayaan mereka, maka ia sudah termasuk kelompok orang yang berbuat riya”. Sedangkan sifat riya’ dalam beramal akan membatalkan amal itu sendiri serta melenyapkan pahalanya.

 

Memilih Sahabat Yang Berakhlak Baik

 

            Upayakanlah agar kalian selalu bersahabat dengan orang-orang yang berakhlak mulia, agar dapat meneladani perilaku baik mereka dan sekaligus menggali keuntungan dari perbuatan dan ucapan mereka. Biasakanlah pula untuk berkunjung kepada mereka yang masih hidup dan menziarahi mereka yang sudah tiada, dengan penuh keikhlasan, penghormatan dan penghargaan. Agar dengan demikian diperoleh manfaatnya dan rasa limpahan keberkahan Allah kepada kalian dengan perantaraan mereka itu. Pada zaman ini, memang sedikit sekali manfaat yang dapat diperoleh dari orang-orang saleh, kerana kurangnya penghormatan dan lemahnya husnuzzhan (persangkaan yang baik) terhadap mereka.

Itulah sebabnya kebanyakan orang di zaman sekarang tidak memperoleh keberkahan dari orang-orang soleh itu, an tidak bisa menyaksikan pelbagai peristiwa menakjubkan yang berasal dari kedudukan mereka yang telah beroleh karâmah (penghormatan dan pemuliaan) dari Allah Swt. Sedemikian rupa, sehingga mereka mengira bahawa pada zaman ini sudah tidak ada lagi orang-orang yang disebut sebagai ‘wali’.Dugaan yang demikian itu tidak benar sama sekali, Alhamdullillah, para wali itu masih cukup banyak, yang tampak maupun yang tersembunyi. Namun tak ada yang bisa mengenali identitas mereka itu, kecuali orang-orang yang telah mendapatkan anugerah cahaya kebenaran dan kebesaran Allah dalam hatinya dan mereka yang selalu berhusnuz-zhan terhadap mereka.

 

Menjauhkan Diri Dari Orang-Orang Yang Berperilaku Buruk

 

                Hindarilah orang-orang yang berakhlak buruk dan bermoral rendah. Jauhilah pergaulan dengan mereka kerana dengan menjadikan mereka itu sahabat kalian, maka hanya kerugian dan malapetaka yang akan kalian alami, di dunia maupun di akhirat. Pergaulan seperti itulah yang membengokkan sesuatu yang sudah lurus dan yang lebih parah lagi mengakibatkan rosaknya hati dan agama. Sungguh tepat apa yang dikatakan oleh seorang penyair : Yang berkudis takkan menjadi sihat kembali akibat bergaul  berdekatan dengan yang sihat, namun yang sihat mudah ketularan penyakit akibat bergaul berdekatan dengan yang berkudis.

 

Memelihara Hati Dan Lidah

 

Peliharalah hati kalian masing-masing dati niatan atau bisikan-bisikan hati yang tercela dan bersihkanlah dari noda-noda akhlak yang buruk dan berupayalah mencegah keterlibatan setiap anggota tubuh kalian dalam kegiatan bermaksiat atau berdosa. Lebih-lebih lagi dalam menjaga dan memeilahara lidah dari pembicaraan-pembicaraan yang terlarang atau yang sia-sia; terutama yang bersifat umpatan atau gunjingan terhadap sesama muslim. Begitu besar dosa pengunjingan (ghibah) sehingga dinyatakan bahawa dosanya lebih besar daripada dosa perzinaan.

 

Jangan sekali-kali berkata bohong. Sebab kebohongan sangat bertentangan dengan keimanan, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis nabi Saw.: “Barangsiapa ingin mengutuk dirinya sendiri, silakan ia berkata bohong”.

 

Sungguh, bahaya yang ditimbulkan oleh lidah itu amat besar sekali, demikian pula cara mengendalikannya tidaklah mudah. Maka, barangsiapa mendapatkan taufik (pengarahan dan pemudahan dari Allah Swt.) untuk bisa memelihara lidahnya, sungguh ia telah meraih bagian keberuntungan yang amat besar!.

 

Membaca Al-Quran Secara Rutin

 

Hendaklah kalian membiasakan diri dengan sering-sering membaca Al-Quran dengan penuh kekhusyu’an dan kehadiran hati, di samping menekuni ertinya (tadabbur) dan mengikuti kaedah-kaedah bacaannya (tartîl).  Perbanyakkanlah pula – secara khusus-bacaan Surah Yassin, demi memperoleh berbagai kebaikan dan menangkal berbagai keburukan.

 

Menghindari Kekenyangan

 

Jangan sekali-kali memenuhi perut kalian dengan makanan berlebihan. Kekenyangan mengakibatkan kekerasan hati serta kemalasan dalam beribadat, di samping menghalangi hati dari penyiksaan cahaya-cahaya Iiahi dan menjauhkan dari pengaruh positif yang  diharapkan dari amalan ibadat dan zikir.

 

Melaksanakan Ibadah Haji Dan Umroh

 

            Hendaklah kalian bersungguh-sungguh dalam menetapkan niat untuk menunaikan ibadah haji (segera setelah memiliki kemampuan untuk itu), guna mengunjungi ka’abah, BaituLLâh Al-aHarâm dan melaksanakan manasik haji, mengagungkan syi ‘ar-syi ‘ar-Nya dan menziarahi makam Nabi-Nya: Muhammad Saw. Dan hendaklah kalian dalam hal ini, benar-benar memfokuskan niat dan tujuan dengna tulus ikhlas hanya untuk ibadah semata-mata, tidak untuk tujuan apa pun selain itu. Jangan sekali-kali mencampur adukkan niat-nat mulia ini dengan suatu tujuan yang lain; seperti ingin berniaga atau berwisata.

 

Dan ketika sedang dalam ibadah haji, hendaklah sering-sering melakukan tawaf mengelilingi Ka’abah, rumah Allah. Sebab, orang yang mengerjakan tawaf, bagaikan seorang yang sedang menyelam di dalam samudra rahmat Allah Swt. Maka hendaklah kalian tidak menyia-yiakan saat-saat yang baik itu. Penuhilah hati kalian dengan pengagungan terhadap kebesaran Allah Swt., Sang Pemilik ‘rumah’ yang kini kalian sedang berada di hadapannya. Jangan pula menyibukkan hati kalian dengan apa pun juga, terkecuali dengan tilawat Al-Quran, zikir dan doa-doa lain yang telah dianjurkan. Dna janganlah menyia-yiakan waktu kalian dengan berbagai aktivitas yang tidak bermanfaat. Hendaklah kallian dengan sungguh-sungguh dan konsisten mengerjakan berbagai zikir, bacaan dan doa-doa yang biasa diucapkan secara khusus ditempat-tempat tawaf, sa ‘i dan lain-lain yang bekaitan dengan Ibadah Haji. Selain itu, alangkah baiknya bila kalian juga menaruh perhatian khusus untuk menyaksikan tempat-tempat bersejarah yang memiliki nilai sangat agung.

 

Perbanyak pula Umroh, bila ada kesempatan untuk itu, terutama pada bulan suci Ramadhan. Sebab, satu kali umroh pada bulan Ramadhan, pahalanya sepadan dengan pelaksanaan ibadah haji bersama Rasulallah saw.

 

            Dan hendaklah kalian lebih-lebih menjaga kesopanan yang tinggi selama berada di Tanah Suci (Al-Haramain) dan bersikap ramah tamah dan santun terhadap penduduk setempat. Hargailah kemuliaan yang mereka peroleh kerana bertetangga dengan Rasulallah Saw iaitu dengan cara selalu berbaik sangka terhadap mereka khususnya, dan terhadap kaum Muslimin pada umumnya.

 

            Kalaupun kalian adakalanya menyaksikan atau mendengar di sana, sesuatu yang tidak berkenan di hati, sebaiknya bersikap menahan diri dan bersabar, serta tidak perlu memberikan komentar yang negatif. Akan tetapi jika mampu mengatakan yang benar, ungkapkanlah hal itu. Sebab, ajaran islam tidak membolehkan seseorang mukmin berdiam diri menghadapi suatu yang bathil kecuali dalam keadaan terpaksa, dan meyakini ketidakmampuannya untuk mencegah. Dan alangkah bahagianya orang yang telah mempu memusatkan niat secara bulat dalam pengabdiaannya kepada Allah, tanpa terpengaruh oleh perilaku buruk yang melanda orang-orang di zaman sekarang, yang bertentangan dengan perilaku para salaf saleh. “Dan barang siapa diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang benar-benar mendapat petunjuk, dan barang siapa yang di sesatkan-Nya, maka tak akan ada baginya seorang pemimpin pun yang memberi petunjuk kepadanya “ (QS.:18:i7)

 

Selain itu, hendaklah kalian tidak menyia-yiakan kesempatan untuk beramal dan berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya selama berada di Kota Makkah, mengingat bahawa setiap amal kebaikan yang dilakukan disana akan dilipat gandakan pahalanya sampai seratus ribu kali kelipatan. Penggandaan pahala seperti ini sebetulnya disebutkan dalam sebuah hadis Rasullulah Saw. Khusus berkaitan dengan ibadat shalat. Akan tetapi sebagian ulama memahaminya sebagai sesuatu yang bersifat umum, meliputi semua amal kebaikan yang dilandasi niat yang ikhlas dan murni demi meraih keridhaan Allah semata-mata.

 

Namun perlu diingat, baawa sebagaimana amal-amal kebaikan di kota suci Makkah di lipat-gandakan pahalanya oleh Allah, demikian juga sebaliknya perbuatan-perbuatan maksiat di sana pun akan dilipat-gandakan dosa-dosanya. Sedemikian rupa, sampai-sampai sebagian ulama salaf mengatakan; tidak ada suatu tempat di mana ‘niat melakukan maksiat’ saja akan menghadapi tuntutan,s elain kota Makkah. Dalilnya, menurut mereka adalah, firman Allah Swt. dalam Surat Al-Hajj: 25, “Barang siapa bermaksud didalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih”.

 

Abdullah Bin Abbas (r.a) pernah berkata : “Bagiku lebih baik melakukan perbuatan dosa sebanyak tujuhpuluh kali di suatu tempat (selain Makkah), daripadanya melakukannya satu kali di Makkah”.

 

Semoga Allah selalu menjaga kota suci itu, menambah keagungan dan kehormatannya serta kebesaran dan kemuliaannya!

 

Diriwayatkan bahawa ketika Rasullullah Saw. Melaksanakan ibadah haji, beliau mengenderai seekor unta berpelana usang, berlapis kain yang harganya tidak mencapai empat dirham. Dan ketika pulang, beliau bersabda, “Ya Allah, jadikanlah ini haji mabrur, tidak tersisip didalamnya perasaaan riya’ atau ingin ketenaran.”

 

Demikian pula Umar bin Khattab r.a., selesai melakukan tawaf di Ka’bah, ia mencium Hajar Aswad lalu menangis, kemudian berkata : “Demi Allah, aku sedar bahawa engkau ini batu, tidak bisa membawa manfaat ataupun mudarat. Kalau saja tidak kerana aku pernah menyaksikan Rasullullah saw. Melakuka seperti ini (yakni mencium Hajar Aswad), niscaya aku tidak akan melakukannya. Kemudian ia menoleh ke belakang dan melihat Ali bin Abi Talib (karramallahu wajhah). Maka Umar pun berkata kepadanya: “Hai Abu’l-Hasan (julukan Ali bin Abi Thalib r.a.), di sinilah tempat mencucurkan air mata.” Tetapi Ali r.a. berkata kepadanya, “Sesungguhnya Hajar-Aswad ini, wahai Amirul-Mukminin, bisa membawa manfaat dan mudarat. Kerana ketika Allah Swt. , mengambil ikrar anak-cucu keturunan Adam s.a. dan berkata kepada mereka, “Bukankah Aku ini tuhan kalian?’, Ia menuliskan suatu tulisan (yang berisi ikrar mereka itu) lalu menyimpannya di dalam batu ini. Maka batu ini pun bersaksi bagi siapa-siapa yang menciumnya (atau menyentuhnya) dengan keyakinan yang benar.”

 

Seorang laki-laki bertemu dengan Abdullah bin Umar r.a. ketika sedang mengerjakan tawaf lalu mengutarakan suatu keperluan kepadanya. Tapi Abdullah tidak menghiraukannya, sampai berjumpa lagi dengannya setelah itu, dan berkata kepadanya: “Saya tahu bahawa anda telah kecewa ketika saya tidak mengindahkan pembicaraan anda saat itu. Tidakkah anda mengetahui bahawa kita ini-pada saat bertawaf-sedang berhadapan dengan Allah Swt?! bagaimana pun juga keperluan anda itu telah terkabulkan!”

Pada suatu ketika, Ali bin Al-Husain r.a. (cucu Rasullullah Saw) melihat Hasan Al-Basri di Masjid’l Haram sedang bercerita dihadapan orang banyak. Ia pun berhenti lalu berkata kepadanya, “Wahai hasan, adakah anda telah rela sepenuhnya dan menyiapkan diri menyongsong kematian?”

“Tidak!” jawab Hasan Al-Basri.

“Lalu, ilmu anda untuk dihisab?”

“Tidak!” jawab Hasan lagi.

“Apakah Allah Swt.memiliki ‘rumah’ yang menjadi tujuan manusia dari berbagai penjuru selain ‘rumah’ ini?” tanya Ali bin Husain lagi.

“Tidak!”

“Kalau begitu, mengapa anda menyibukkan orang-orang dengan mendengarkan cerita-cerita anda itu sehingga mereka terhalang dari melakukan tawaf?”

Mendengar itu,Hasan Al-Basri segera meninggalkan tempat itu dan tidak pernah lagi bercerita selama berada di Kota Makkah.

Thawus berkata, “Aku pernah menyaksikan Ali Zain’l-Abidin Ibn’l-Husain (cucu Rasullullah saw.) di tengah malam, sedang shalat di Al-Hijr (berhadapan dengan Ka’bah). Aku mencuba mendekatinya seraya bergumam dalam hati: “Ini seorang saleh dari keluarga Rasullullah Saw. Moga-moga saya mendengar sesuatu yang bermanfaat dari beliau. Lalu kudengar beliau berdoa dalam sujudnya: “Ya Allah, hamba-Mu yang peminta-minta ini berada di halaman rumah-Mu, hamba-Mu yang miskin di halaman rumah-Mu; hamba-Mu yang fakir di halaman rumah-Mu!’ Sejak itu, tak pernah lagi do’a yang kupanjatkan untuk meminta sesuatu  yang kumulai dengan kalimat-kalimat itu, kecuali pasti terkabul.”

Diriwayatkan bahawa ketika Ali Zain’i-Abidin r.a. memulai ihramnya dan hendak mengucapkan talbiyah (yakni, Labbaik Allahumma Iabbaik, yang berarti: Aku di sini memenuhi panggilan-Mu, ya Allah) tiba-tiba seluruh tubuhnya bergemetaran, dan wajahnya pucat pasi, kemudian ia terjatuh dari kenderaannya dalam keadaan pengsan. Ketika ditanyakan kepadanya setelah itu, “Mengapa demikian?” ia menjawab, “Aku amat khuatir dan takut bila mengucapkan talbiyah, akan dikatakan kepadaku:”Kedatanganmu tak diterima!”

Salim putera Abdullah bin Umar pernah berada di dalam bangunan Ka’bah bersama dengan Hisyam bin Abdul Malik, yang ketika itu menjabat sebagai Amir (walikota Madinah). Kepada Salim, Hisyam bertanya:”Mintalah apa saja keperluanmy dariku!”

“Aku pun merasa malu meminta sesuatu dari siapa pun selain dari Allah SWT., sementara aku berada di-rumah-Nya.”

Kemudian setelah mereka berdua keluar Ka’bah, Hisyam berkata lagi: “Sekarang kita sudah berada diluar Ka’bah. Ajukanlah keperluanmu!”

“Yang anda maksud keperluan duniawi atau ukhrawi?” tanya Salim.

“Aku tidak memiliki sesuatu kecuali dunia.” Jawab Hisyam.

“Aku tidak pernah meminta dunia dari Dia yang menciptakannya; bagaimana mungkin aku memintanya dari selain-Nya?!”

Pada suatu ketika, Hasan Bin Ali (cucu Rasullulah Saw) lewat di depan Thawus  yang sedang mengisi Majlis Ilmu di suatu kelompok besar di dalam masjid’l-Haram. Ia langsung mendekati Thawus dan membisikkan kepadanya, “Jika pada saat ini anda merasa bangga dengan diri anda, segeralah bangkit dan tinggalkanlah tempat ini!” Mendengar itu, Thawus pun segera bangkit dan meninggalkan majlis itu.

Wuhaib bin Ward mengisahkan: “Pada suatu malam, aku sedang melakukan tawaf di sekeliling ka’bah, ketika tiba-tiba mendengar suara yang berasal dari balik tirai penutup Ka’abah : “Aku mengeluh kepadamu, wahai Jibril, dari ucapan-ucapan sia-sia dan pengunjingan kelompok-kelompok manusia yang bertawaf di sekelilingku. Jika mereka tidak mahu berhenti dari perbuatan mereka itu, aku benar-benar akan bergetar sekeras-kerasnya, sehingga batu-batu di sekitarku akan berguguran dan kembali ke tempat asalnya.”

Diriwayatkan oleh seorang dari kalangan orang-orang soleh, “Aku pernah melihat seorang laki-laki sedang melakukan tawaf dan sa’i dikelilingi beberapa pemuda yang mengawalnya dan mendorong-dorong orang –orang yang berada di sekelilingnya. Beberapa waktu setelah itu, aku melihatnya lagi di kota Baghdad, sebagai pengemis yang meminta-minta dari para pejalan. Maka aku pun bertanya kepadanya:”Mengapa keadaan anda seperti ini?” Katanya: “Dahulu aku telah berlaku sombong di suatu tempat yang seharusnya manusia bersikap rendah hati, maka Allah telah menghinakan diriku di tempat yang biasanya orang-orang berlaku sombong”.

Seorang lainnya dari mereka menceritakan pengalamannya: “Aku pernah melihat seorang fakir di dalam Masjid’l Haram, yang tampak jelas di wajahnya tanda-tanda kesalahan, sedang duduk di atas sejadahnya. Ketika itu aku kebetulan membawa sejumlah wang, yang segera aku letakkan di atas sejadahnya sebagai sedekah, seraya berkata kepadanya: “Semoga anda bisa menggunakan ini sekadar keperluan anda”.

Tetapi ia segera berkata-kata kepadaku: “Hai, sesungguhnya aku telah membeli  tempat ini hanya demi Allah semata-mata, dengan harga beribu-ribu dan kini anda hendak mengusirku dari sini?’ Bersamaan dengan ucapannya itu, ia menepiskan sejadahnya dan segera bangkit dan pergi meninggalkan tempatnya. Sungguh, tidak pernah aku melihat seseorang sedemikian mulianya ketika ia beranjak pergi. Dan tidak pernah pula ada orang yang sedemikian hinanya lebih daripada diriku sendiri ketika berusaha memungut kembali wangku yang berhamburan.”

Ibrahim Bin Ad-han mengisahkan bahawa apda suatu malam fi musim penghujan, keadaan tempat bertawaf di sekitar Ka’bah sunyi sepi dari manusia. Aku pun bertawaf seraya berdoa : “Ya Allah, berikanlah aku ‘ishmah( penjagaan penuh dari Allah Swt) agar aku tidak lagi berbuat pelanggaran terhadap-Mu!” Tiba-tiba terdengar suara berseru: “Wahai Ibrahim! Engkau meminta ‘ishmah-Ku sementara hamba-hamba-Ku seluruhnya meminta hal yang sama. Padahal, jika aku memberikannya kepada kalian semua, siapa lagi Aku akan memberikan anugerah-Ku dan kepada siapa pula akan Ku-berikan ampunan-Ku?”.

            Pada suatu hari, Al-Hasan sedang berwukuf di A’rafah, di tengah terik matahari yang menyengat, ketika seorang laki-laki berkata kepadanya, “Tidakkah sebaiknya anda beralih saja ke tempat yang teduh?”. Dengan terheran-heran Al- Hassan berkata, “Apakah aku kini sedang berada di bawah terik matahari? Sungguh aku teringat satu dosa yang pernah aku lakukan, sehingga aku tidak lagi merasa kan panasnya terik matahari!” padahal, waktu itu, pakaiannya telah basah kuyup kerana peluh yang seandainya diperas, nescaya akan mengalir. Sedangkan dosa yang ia maksud itu mungkin hanya merupakan selintas fikiran yang tercetus begitu saja, yang seandainya terjadi atas orang selainnya, tentu tidak dianggapnya sebagai dosa yang sekecil apa pun. Oleh sebab itu, perhatikanlah betapa besar penghormatan dan pengagungan mereka dari kalangan salaf itu terhadap Tuhan mereka dan betapa jauhnya mereka dari perbuatan maksiat kepada-Nya!

Telah disampaikan pula kepada kami, tentang seorang dari kalangan shalihin itu, yang memungut tujuh buah batu dari padang “Arafah, kemudian meminta kesaksian dari ketujuh batu itu, bahasanya ia benar-benar telah bersaksi dengan kesaksian bahawa ‘tiada tuhan selain Allah’, Pada malam harinya, ia bermimpi seolah-olah berdiri di hadapan Allah Swt. untuk dihisab. Lalu jatuhlah vonnnis atas dirinya agar ia dibawa keneraka. Namun didalam pelaksanaannya, setiap kali ia sampai di depan salah satu pintu dari ketujuh pintu neraka itu, datanglah sebuah batu menutupi rapat-rapat pintu itu. Ia pun menyedari sepenuhnya, bahawa batu-batu itulah yang telah pernah minta kesaksiannya atas tauhidnya kepada Allah swt. Kemudian datanglah syahadat La Iiaha IllaLLah yang membuat pintu syurga terbuka lebar untuknya.



Dikisahkan dari Ali bin Al-Muwaffaq, katanya: “Pada suatu malam setelah wukuf di Arafah, aku bermimpi melihat dua malaikat turun dari langit, lalu yang satu berkata kepada temannya : “Tahukah betapa banyak orang yang telah melaksanakan ibadah haji pada tahun ini?”

“Tidak”, jawab temannya itu.

“Jumlah mereka enamratus ribu orang”.

“Lalu, tahukah berapa dari mereka yang diterima hajinya?”

“Tidak!”

“Hanya enam orang sahaja!”



Kata Ibnul-Muwaffaq selanjutnya, “Aku merasa amat sedih, dan bergumam dalam hatiku: “Di mana aku, di antara keenam orang itu?!” Namun pada malam menjelang Hari Raya Idul-Adh-ha aku bermimpi lagi, dan melihat kedua malaikat itu turun lagi. Salah satu dari keduanya bertanya kepada yang lain: “Tahukah bagaimana keputusan Tuhan kita?” “Tidak!” jawab temannya. “Sungguh Allah Swt. telah menetapkan, mengikutkan sebanyak seratus ribu orang kepada setiap orang dari keenam orang yang diterima hajinya (sehingga keseluruhan enam ratus ribu orang diterima haji mereka semuanya).” “Begitulah,” kata Ali ibn Al Muwaffaq selanjutnya, “Ketika aku terjaga, hatiku diliputi kegembiraan sedemikian rupa sehingga tak dapat kulukiskan dengan kata-kata. Dan beberapa tahun kemudian, aku berkesempatan lagi melaksanakan ibadah haji, lalu memikirkan tentang orang-orang yang tidak diterima hajinya. Maka aku pun berdoa, “Ya Allah, aku rela menghadiahkan pahala hajiku kepada siapa-siapa yang tidak Kau terima hajinya.” Pada malam itu, aku tidur dan bemimpi seakan-akan melihat Allah Swt berfirman kepadaku: ‘Hai Ali, adakah engkau hendak menjadikan dirimu lebih dermawan dari aku? Sedangkan Aku lah yang telah menciptakan para dermawan, dan Aku-lah yang paling berhak memberikan kemurahan kepada segenap penghuni alam semesta. Sungguh aku telah menyerahkan siapa-siapa yang tidak Ku-terima hajinya, kepada mereka yang Ku-terima (sehingga semua mereka diterima hajinya)!”

 

Demikianlah kisah-kisah dalam Penutup ini tidak terlepas kaitannya dengan wasiat-wasiat sebelumnya. Bahkan bagi seorang pembaca yang arif tentunya dapat lebih luas lagi menyimpulkan pelbagai aturan dan adab sopan santun darinya, yang kiranya patut diamalkan dalam pelbagai keadaan.



Demikian pula, di dalam membicarakan tentang kiprah para salaf dalam perjalanan hidup mereka, terdapat banyak sekali contoh da tauladan serta kepuasan tersendiri yanf dapat dirasakan oleh setiap orang yang bersuluk menuju akhirat. Sebab, mereka itu adalah sosok-sosok teladan yang patut diteladani. Disamping itu, seseorang hanya bisa menyedari tentang kekurangan-kekurangan dirinya sendiri ketika ia mengetahui tentang kesungguhan perjuangan para salaf itu dalam merintis perjalanan menuju keridhaan Allah Swt. diakhirat.



Adapun seorang yang hanya menyaksikan kiprah orang-orang pada zaman ini, yang lebih banyak diliputi berbagai kelalaian dan penyia-yiaan waktu mereka, sedikit sekali kemungkinannya untuk memperoleh pelajaran yang bermanfaat. Bahkan lebih buruk lagi mereka merasa berbangga diri atas perbuatan mereka, ataupun berperangsangka buruk terhadap para tokoh salaf itu. Kedua-dua sikap seperti itu pasti menimbulkan keburukan.



Kesimpulannya: orang yang berbahagia itu ialah yang mampu mengikuti teladan para pendahukunya yang baik-baik dan selalu menuntut dirinya sendiri agar menempuh jalan mereka yang lurus. Dang dengan ini pula, selesailah wasiat ini dengan mengucapkan syukur kepada Allah Swt. atas taufiq-Nya.

Wasiat Pertama

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
Maha suci Engkau ya Allah; sungguh kami tiada memiliki ilmu kecuali yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Alhamdullilah. Segala puji syukur bagi Allah, Tuhan Sang Pencipta semua makhluk, Yang menyeru hamba-hambanya seraya mengkhususkan sebahagian dari mereka dengan hidayah dan rahmah! Dan semua itu bersesuaian dengan kehendakNya yang azali. :Sungguh kami telah mewasiatkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada kamu: “Bertakwalah kepada Allah”.(QS.4:131). Dan firman-Nya: “Allah menyeru (manusia) ke syurga Daru’s-Salam dan memimpin orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus” (QS.10:25.) Dan firman-Nya lagi: “Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya, (untuk menerima) rahmayNya (yang khusus) dan Allahlah Yang Maha mempunyai kurnia yang besar”. (QS. 2:105).
 
Salawat dan salam bagi junjungan dan pemimpin besar kita: Nabi Muhammad Saw, juga bagi keluarganya serta para sahabatnya, para pembela agama nan lurus.
 
Amma ba’du: Assalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
 
Kepada saudaraku yang mencintai dan mengharap, yang mencari ilmu dengan bersungguh-sungguh, dan kepada setiap saudara seiman yang saling mencintai kerana Allah, Tuhan semesta alam, di mana saja keberadaannya, di penjuru Timur Bumi dan di Baratnya, di dataran dan lautan, yang datar mahupun yang berbukit-bukit dan di semua daerah sekitarnya.
 
Saudaraku yang tercinta,
 
Anda telah meminta kepada saya, agar menuliskan wasiat untuk anda, yang mudah-mudahan dapat membuat anda merasa bahagia,dan dapat anda jadikan pegangan kuat dalam perjalanan hidup anda. Untuk itulah saya akan berupaya memenuhi permintaan anda, sekalipun saya sebetulnya bukan ahlinya. Namun keinginan anda untuk mengajukan permintaan ini, demikian juga kesediaan saya utnuk memenuhi keinginan anda itu, semata-mata demi mengikuti uswah hasanah (peneladanan yang baik) yang memperoleh petunjuk dan para khalaf yang mengikuti mereka. Semoga Allah selalu meredhai mereka semuanya.
 
Memang sudah semenjak dahulu kala, tradisi saling mewasiati ini telah menjadi ciri khas dari akhlak mereka. Dan Allah s.w.t telah melukiskan sifat mereka itu dalam Al-Quran yang mulia, yang tiada datang kepadanya kebatilan, dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha terpuji. Sebagaimana tercantum dalam kedua surah:Al-Balad dan Wa’l-Ashri. Maka terpeganglah erat-erat dengannya dan mintalah petunjuk Allah dan pertolongan-Nya selalu.
 
Takwa dan Peringkat-Peringkatnya
 
Ketahuilah, wahais audaraku, bahawa yang paling layak di utamakan dalam berwasiat, adalah wasiat tentang takwa kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana. Maka dengan ini, sya berwasiat kepada anda dan kepada diri saya sendiri, serta kepada segenap orang yang beriman dan kaum muslimin semuanya, agar bertakwa kepada Allah Rabb’ul –Alamin, kerana takwa merupakan sarana terpenting yang menghantarkan kepada kebahagian dunia dan akhirat. Takwa pula merupakan asas pondasi pemerkuat pilar-pilar aga,a. Kerananya, tanpa pondasi yang kukuh, sebuah bangunan akan lebih cenderung mengalami kehancuran daripada kesempurnaan.
 
Adapun takwa itu sendiri terdiri atas beberapa tingkatan:Pertama, menjauhi segala perbuatan maksiat dan segala yag diharamkan dalam agama. Yang demikian itu merupakan suatu kewajipan yang tidak boleh tidak. Kedua, menjauhkan diri dari perkara-perkara yang shubhat (yang meragukan, antara haram dan halal). Hal itu merupakan sikap kewaspadaan yang akan melindungi pelakunya dari terjerumus ke dalam sesuatu yang haram. Ketiga, menghindari hal-hal yang berlebihan dan tidak perlu, di antara yang mubah (yang dibolehkan, tidak diperintahkan dan tidak pula dilarang agama) demi memuaskan hawa nafsu semata-mata. Penghindaran diri seperti itu termasuk kategori ‘zuhud yang mendalam’ sepanjang pelaksanaannya disertai kerelaan dan kepuasan hati sepenuhnya atau tazahhud (yakni zuhud tingkat bawah yang dipaksakan) sepanjang pelaksanaannya masih disertai dengan perasaan enggan dan berat hati, kerana terpaksa melawan hawa nafsu. Kerananya, barang siapa meninggakan sesuatu kerana takut kepada manusia atau mengharapkan sesuatu yang ada pada mereka, maka ia-pada hakikatnya- hanya bertakwa kepada mereka dan bukan bertakwa kepada Allah. Sedangkan yang benar-benar bertakwa kepada Allah Swt, adalah yang melakukannya kerana semata-mata mengharapkan keredhaan-Nya, menginginkan pahala-Nya dan takut akan seksa-Nya.
 
Dan barangsiapa telah berdiri mantap dalam maqam ketakwaan, maka ia telah layak menerima ilmu yang diwariskan (‘ilm-l-wiratsah). Itulah ‘ilmu ladunni’ (al-‘ilm al-ladunniy) yang dihunjamkan Allah Swt secara langsung ke dalam hati para wali-Nya. Ilmu yang tidak tercantum dalam buku-buku, tidak tercakup dalam pengajaran yang bagaimanapun. Ilmu seperti itu, diharamkan Allah atas orang-orang yang menghamba kepada hawa nafsunya, yang telah diliputi kegelapan hati, yang hanya mementingkan selera nafsu mereka, berkaitan dengan apa yang dimakan, dipakai dan dinikahi. Ilmu ladunni seperti itulah yang diajarkan Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya yang khusus seperti diisyaratkan dalam firman-Nya: “Bertakwalah kamu kepada Allah, nescaya Allah akan mengajari kamu”. Demikian pula dalam sabda Rasullah Saw .: “ barangsiapa mengamalkan ilmu yang diketahuinya, nescaya Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.” Dan itulah buah dari amalan ilmu yang diperoleh dari Al-Quran dan Sunnah Nabi Saw., yang tersaring bersih dari segal;a noda hawa nafsu. Dan begitu pula buah dari upaya mengikuti jalan lurus yang disertai dengan penuh takwa, disamping menjauh dari sifat keangkuhan dan kebanggaan pada diri sendiri.
Dan tentunya takkan mungkin bagi seorang hamba, menyiapkan dirinya guna dapat meraih limpahan anugerah illahi yang demikian besarnya itu, tanpa sebelummnya melakukan riyadhah (pelatihan mental dan pengendalian diir) yang intensif, dengan cara memutuskan segala ajakan syahwat hawa nafsu, disertai dengan mengkonsentrasikan diri kepada Allah secara terus menerus, dalam beribadat kepada-Nya secara ikhlas dan murni semata-mata hanya untuk-Nya saja.
 

Keharusan Menuntut Ilmu

 
Saya berpesan selanjutnya hendaklah Anda selalu berusaha dengan sungguh-sungguh menuntut ilmu yang berguna, dengan cara membaca, menelaah buku-buku ataupun berdiskusi untuk mencapai hasil. Jangan sekali-kali meninggalkan upaya itu kerana malas atau bosan, atau pun kerana perasaan takut sekiranya anda nanti tidak mampu mengamalkan ilmu anda itu. Yang demikian itu merupakan kebodohan belaka.
Dan hendaklah anda dalam hal ini selalu membaikkan niat anda dan bermawas diri, jangan segera berpuas hati dengan merasa telah cukup berhasil, sampai anda benar-benar menguji diri anda sendiri. Selanjutnya, berupayalah sungguh-sungguh untuk mengamalkan ilmu yang telah anda ketahui itu, serta mengajarkannya kepada siapa yang belum mengetahuinya, baik anda diminta atau tidak. Dan apabila setan membisikkan kepada anda: “Janganlah mengajar sebelum kamu benar-benar menjadi alim yang luas ilmunya”,  maka katakan kepadanya: “Kini aku apabila ditinjau dari apa yang telah kuketahui adalah alim (seorang yang berilmu), dan kerananya wajib untuk mengajarkannya kepada orang-orang lain. Sedangkan – apabila ditinjau dari apa yang belum kuketahui-maka aku kini seorang pelajar yang wajib belajar dan menuntut ilmu”. Ini tentunya berkenaan dengan ilmu yang wajib dipelajari. Adapun selebihnya, tak apalah jika anda pelajari juga.
Mengajarkan ilmu merupakan amal ibadat yang besar pahalanya, sepanjang diiring dengan niat baik yang dasarnya ‘kerana Allah’ semata-mata bukan kerana sesuatu lainnya, tanpa sedikit pun niat untuk meraih harta atau kedudukan.
Hendaklah anda, secara konsisten menelaah buku-buku para ulama terdahulu, terutama para tokoh sufi dan memperhatikan apa yang ada didalamnya. Kerana di situ terhimpun banyak petunjuk khusus tentang bagaimana mengenal Allah serta berbagai bimbingan tentang cara-cara pembaikan niat, keikhlasan dalam beramal pendidikan jiwa dan lain sebagainya. Semuanya itu adalah ilmu-ilmu sangat bermanfaat yang tentunya akan menuntun kearah keberuntungan dan keselamatan.
Dan tiada yang enggan memperhatikan dan membaca buku-buku seperti itu, kecuali orang-orang yang sudah buta mata hatinya atau gelap jiwanya. Walaupun demikian sekiranya waktu anda sangat terbatas, tidak cukup untuk mengkaji buku-buku itu secara keseluruhan, maka khususkanlah pengkajian anda pada buku-buku karangan Imam Ghazali kerana itulah yang paling banyak manfaatnya, paling lengkap isinya dan paling menarik susunan kata-katanya.
 

Kehadiran Hati dan Kekhusyukan Anggota Tubuh

 
Saya berpesan, hendaklah anda selalu menghadirkan diri dan mengkhusyukkan anggota badan di saat melakukan ibadah-ibadah anda. Dengan demikian anda akan meraih buah hasilnya dan tersinari oleh percikan cahayanya. Dan hendaklah anda selalu dalam keadaan siap untuk menerima pengawasan Allah atas segala gerak geri anda. Camlah selalu dalam hati anda bahwa Allah Swt. Adalah Maha cermat dalam pengamatan-Nya dan Maha dekat dengan diri anda.
Upayakanlah agar anda mampu menjadi penasihat bagi diri anda sendiri dan sekaligus pemberi peringatan kepadanya. Ajaklah ia ke jalan Allah dengan Hikmah kebijaksanaan serta nasihat yang baik. Berikan pengertian kepadanya bahwa pengabdian dan ketaatan kepada Allah Swt. Akan membawa rasa kenikmatan abadi, serta kemulian dan kekayaan yang besar. Sebaliknya, meninggalkan pengabdian dan ketaatan lalu melakukan perbuatan maksiat, akan berakibat seksaan batin yang pedih dan kehinaan yang besar. Nafsu manusia, kerana kebodohannya, tidak mahu melakukan atau meninggalkan apa pun kecuali demi sesuatu yang diingininya ataupun yang ditakutinya. Ini mengingat nafsu manusia memang bertabiat selalu malas melakukan ketaatan dan sebaliknya cenderung melakukan pelanggaran.
            Saya juga berpesan, hendaklah anda tidak mensia-siakan sedetik pun dari waktu-waktu anda, bahkan setarikan nafas pun, kecuali yang akan membawa manfaat bagi diri anda dalam kehidupan akhirat anda ataupun kehidupan dunia anda yang dapat menolong anda di dalam kehidupan akhirat kelak.
 

Menghilangkan Was-Was Setan Dari Dalam Hati

 
            Adakalanya muncul dalam hati manusia pelbagai was-was (bisikan jahat setan yang menimbulkan keraguan dalam hati), yang paling sulit diantaranya ialah menyangkut masalah akidah, demikian pula dalam pelbagai amalan peribadatan.
            Adapun salah satu cara agar bisa terhindar dari was-was itu ialah, antara lain dengan meneliti secara saksama:apabila was-was tersebut sudah jelas-jelas berkaitan dengan kebatilan, seperti meragukan tentang eksistensi Allah dan hari akhirat, maka tiada jalan lain baginya kecuali harus menolaknya dengan tegas, dengan berpaling darinya dan memohon perlindungan Allah Swt. Secara tulus, seraya memperbanyak zikir kepada-Nya.
Akan tetapi bilamana bisikan was-was itu masih dalam kerangka sesuatu yang meragukan:apakah termasuk sesuatu yang haqq atau bathil, maka hendaklah meminta fatwa tentang hukumnya kepada orang-orang yang berilmu dan beroleh petunjuk;kemudian berpegang erat-erat dengan fatwa mereka dan mengandalkannya. Adapun setiap perbuatan hati yang dilakukan tanpa adanya unsur kesengajaan, maka kafarat (penebus)-nuya adalah dengan bersikap membencinya.
 

Menjaga Lidah

 
Saya berpesan kepada anda agar berupaya sungguh-sungguh dalam menjaga llidah dari ucapan sia-sia. Sebab, lidah adalah cermin isi hati. Kata seorang bijak: “Lidah itu bagaikan binatang buas, bila egkau mengurungnya, ia akan menjagamu. Tetapi bila engkau melepaskannya, ia akan menerkammu”.
Oleh sebab itu, usahakanlah menyibukkan lidah anda hanya dengan sesuatu yang memanng termasuk urusan anda sendiri, misalnya dengan membaca Al-Quran, berzikir dan menyeru manusai ke arah kebaikan. Jangan sekali-kali melibatkannya dalam hal-hal bukan urusan anda. Iaitu ucapan-ucapan yang tidak anda harapkan pahalanya apabila anda ucapkan, dan yang tidak pula anda khuatirkan akan terkena hukuman apabila tidak anda ucapkan. Setiap ucapan menimbulkan konsekuensi antara lain terjerumus dalam suatu tindakan terlarang atau menyia-yiakan waktu yang amat berharga dalam hal-hal yang sama sekali tidak bermanfaat atau meningggalkan bekas yang tidak menyenangkan di dalam hati. Jelasnya, setiap gerak yang dilakukan atau kalimat yang diucapkan, pasti akan meninggalkan bekas didalam hati. Jika hal itu merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah Swt, nescaya akan menimbulkan cahaya di dalamnya. Dan sekiranya hal itu merupakan sesuatu yang mubah sekalipun (yang tidak dianjurkan dan tidak pula dilarang), maka kebanyakan dari hal itu akan menimbulkan kekerasan hati. Apalagi jika hal itu merupakan sesuatu yang terlarang, nescaya akan menimbulkan kegelapan.
Selanjutnya saya berpesan kepada anda agar menghindarkan lidah dan hati anda dari segala perbuatan yang merugikan kaum Muslim secara  keseluruhan. Seperti, misalnya berprasangka buruk terhadap mereka. Kerananya jangan sekali-kali bergaul dan duduk berbincang-bincang dengnan orang-orang yang suka menggunjing atau menujukan cercaan terhadap kaum muslim.
Dan jika sampai ke pendengaranmu tentang suatu pebuatan buruk dari seseorang di antara mereka (kaum muslim), sedangkan anda merasa mampu menasihatinya, maka lakukanlah. Atau jika tidak – jangan sekali-kali menyebutkan tentang keburukannya itu di hadapan orang lain, sehingga dengan demikian anda telah melakukan dua keburukan sekaligus: pertama dengan tidak memberinya nasihat; dan kedua, mengucapkan sesuatu yang buruk berkenaan dengan peribadi seorang muslim.
 
 

Berbangga Diri

 
Selanjutnya, saya berpesan hendaknya anda tidak merasa diri lebih baik dari orang lain. Apabila perasaan seperti itu terlintas dalam hati anda, sedarilah betapa anda sudah sering kali melakukan kesalahan-kesalahan di masa lalu. Bagaimanapun juga, seorang yang berakal sihat pasti mengetahui bahawa dirinya sendiri sarat dengan berbagai aib dan kesalahan. Maka hendaklah ia menyakini hal itu dan tidak meragukannya sedikit pun. Dan tidaklah sepatutnya ia menuduh siapa pun dengan keburukan yang belum tentu ada padanya. Sebab, kebanyakkan dari apa yang anda ketahui dari saudara-saudara anda adalah berdasarkan persangkaan dan dugaan semata-mata. Sedangkan persangkaan adalah ucapan-ucapan yang paling banyak mengandung kebohongan (sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis-penerj.) Disamping itu, mungkin saja terdapat alasan-alasan pemaafan berkaitan dengan sebahagian keburukan yang diperkirakan seperti itu. Walaupun demikian, tidak sepatutnya seseorang membuka pintu pemaafan bagi dirinya sendiri, mengingnat hal itu akan membuat hati lebih cenderung kepada penyia-yiaan waktu dan terjerumus lebih dalam lagi dalam lembah-lembah syahwat hawa nafsu.
Sungguh, betapa perlunya bagi setiap individu pada zaman ini untuk memberikan dalih-dalih pemaafan serta alasan-alasan pembenaran bagi orang lain, mengingat langkahya orang-orang yang benar-benar jujur dan istiqamah, di samping banyaknya berita-berita bohong yang disebarluaskan oleh mereka yang tidak bertanggungjawab.
 
Menjauhkan Diri Dari Pergaulan Yang Tidak Sihat
 
            Sungguh berbahagialah orang yang memisahkan diri dari masyarakat zaman ini, dan lebih memilih menyibukkan dirinya bersama Tuhannya daripada melibatkan diri dalam pergaulan dengan mereka dan segala keburukan mereka; dengan penuh ketabahan, sampai datangnya ‘keyakinan’ yang berupa pembukaan pintu hatinya ke arah alam malakut yang tinggi-jika ia termasuk dalam kalangan ‘khusus’ atau sampai datang kepadanya ‘keyakinan’ yang lain, yakni kematian, sebagaimana diisyaratkan (dalam Al-Quran), baik ia tergolong di kalangan khusus ataupun awam.
Oleh sebab itu, saya berpesan kepada anda, jauhkanlah dirimu dari pergaulan dengan siapa saja yang curigai keadaannya; jangan duduk-duduk besama mereka, atau bercampur gaul dengan mereka. Kecuali dalam keadaan di mana anda sangat memerlukannya. Itu pun dengan penuh kewaspadaan dan sikap hati-hati, demi terhindarnya anda dari keburukan anda sendiri an terhindarnya anda dari keburukan mereka. Demikian itulah hendaknya dasar niat anda ketika menjauhi pergaulan dengan mereka itu.
Maka janganlah duduk bersama siapa pun kecuali mereka yang akan memberimu manfaat dalam agamamu. Apabila hal seperti itu sulit terlaksana, maka larilah menjauh dari mereka yang akan membawa petaka bagi agamu, sebagaimana anda lari jauh menjauh dari binatang buas, bahkan labih dari itu. Kerana binatang buas hanya akan melukai anggota tubuhmu, yang nantinya hanya akan menjadi mangsa ulat bumi, sedangkan setan yang satu ini akan merosak kalbumu, yang dengannya anda mengenal Tuhan dan agama anda, dan akan menghantarmu ke akhirat dengan selamat.
 

Kewajipan Mengenali Dasar Hukum Allah dalam Segala Hal

 
            Saya berpesan agar anda tidak melibatkan diri dalam suatu perkara apa pun yang belum anda ketahuid asar hukum Allah tentangnya. Upayakanlah mencar kejelasan terlebih dahulu mengenai ketetapan hukum Allah itu sebelum bertindak,s ehingga cukup jelasa bagi anda, mana yang diredhai Allah mengenai tindakan anda itu, dan mana yang ahrus anda tinggalkan. Dengan demikian, anda telah melakukan atau meninggalkan suatu pekerjaan dengan kepastian dan niat yang baik adanya.
 
Bersikap Tawadhu’ (Rendah Hati)
 
            Saya juga berpesan agar anda selalu bersikap tawadhu’ (rendah hati). Sikap tawadhu’ adalah sifat yang terpuji pada segala kondisi, kecuali dalam satu hal saja, yaitu ber-tawadhu’ di hadapan para ahli dunia dengan tujuan ingin mendapatkan sesuatu dari dunia mereka atau harta mereka. Sedangkan sifat takabur (angkuh atau tinggi hati) adalah sifat yang amat tercela pada segala kondisi, kecuali dalam hal mneghadapi orang-orang zalim yang terus menerus berbuat kezaliman. Sikap yangd emikian itu demi menujukan teguran atau protes keras terhadap mereka, asal saja keangkuhan seperti itu hanya tampak secara lahirian saja, sementara hati kita kosong dari sifat keangkuhan seperti itu.
 

Melakukan Kebajikan Terhadap Sesama Muslim

 
Saya berpesan hendaklah anda selalu meniatkan yang baik-baik saja bagi seluruh kaum Muslim. Cintailah bagi mereka apa yang anda cintai bagi diri anda sendiri, dalam urusan duniawi maupun ukhrawi dan tidak menyukai sesuatu yang menimpa mereka sebagaimana anda tidak menyukai hal itu menimpa diri anda sendiri baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi. Berdialoglah dengan mereka ucapan-ucapan yang baik, tidak yang mengandung pelanggaran. Ucapkan salam kepada mereka kapan saja bertemu. Bersikaplah selalu rendah hati, lemah lembut, penuh kasih sayang terhadap mereka. Tunjukkan rasa hormat dan penghargaan kepada siapa-siapa yang berperilaku baik, dan upayakanlah agar memaafkan siapa-siapa yang berperilaku buruk. Dan berdoalah bagi mereka yang berdosa agar Allah Swt memberikan kemudahan kepada mereka untuk segera bertaubat. Dan bagi mereka yang telah berbuat kebaikan agar Allah Swt. Menganugerahkan sifat istiqamah, atau konsisten dalam melakukan kebaikan-kebaikan sampai akhir hayat.
 
Jangan sekali-kali bersikap atau bergaya hidup meniru-niru kaum yang sombong dan angkuh, baik dalam cara mereka berbicara, berbusana, berjalan, duduk dan sebagainya. Kerana barangsiapa meniru tingkah laku dan kebiasaan suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka juga, sekalipun ia sendiri tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang biasa mereka lakukan. Ini meliputi semua aspek kehidupan, yang baik apalagi yang buruk.
 

Membiasakan Diri Hidup Sederhana

 
            Saya juga berpesan kepada anda, hendaklah selalu menngutamakan keserdehanaan dalam pola kehidupan anda sehari-hari, baik yang berkenaan dengan makanan, busana maupun rumah tempat tinggal anda. Semata-mata demi bersikap rendah hati (ber-tawadhu’) dalam agama, lebih mengutamakan akhirat dan sebagai manifestasi dari menjadikan Nabi Muhammad Saw. Sebagai teladan utama.
           
Ketahuilah bahawa melaksanakan keserdahanaan dalam kehidupan duniawi merupakan titk pangkal dari segala kebaikan. Dan tidaklah Allah Swt. Mengkhususkan seseorang dengan sikap seperti itu, kecuali ia pasti mengkehendaki kemuliaan baginya dalam kehidupan didunia maupun di akhirat. Dengan syarat, ia merasa ridha (puas hati) sepenuhnya atas apa yang dianugerahkan Allah Swt. baginya, tidak tertarik kepada keindahan duniawi yang ada di sekelilingnya dan tidak mengharap-harap diberikan kepadanya apa yang diberikan oleh-Nya kepada para ahli dunia, agar ia dapat merasakan kenikmatan duniawi seperti yang mereka rasakan.
 

Berserah Diri dan Berikhlas Kepada Allah

 
            Saya berpesa pula kepada anda, keluarkan setiap harapan ataupun kecemasan yang anda rasakan dalam hati anda terhadap siapa pun di antara makhluk Allah. Sebab, adanya perasaan seperti itu akan menjadi penghalang bagi anda untuk menegakkan kebenaran dan jangan sekali-kali membiarkan rasa takut akan kemiskinan menyelinap ke dalam hati anda kerana yang demikian itu merupakan seburuk-buruk pendamping diri anda sendiri.
 
            Janganlah pula memikirkan secara berlebihan segala yang berkaitan dengan perolehan rezeki. Terlalu memikirkan hal seperti itu tidak ada dasarnya selain adanya keraguan berkaitan dengan takdir Allah Swt. Apa saja keuntungan ataupun kerugian yang telah ditakdirkan untuk anda pasti akan terlaksana ; dengan atau tanpa usaha anda sendiri, sesuai dengan apa yang telah digoreskan oleh pena Allah dalam Al-Lauh Al-Mahfuzh. Oleh sebab itu, apa gunanya bersikap berlebihan dalam memikirkan sesuatu yang telah selesai urusannya, dan tentang hal itu hati anda telah ditenangkan oleh Allah Swt dengan penjelasan dalam kitab-Nya bahawa ia telah memberikan jaminan bagi anda (tentang rezeki yang disediakna bagi setiap makhlukn-Nya) seraya bersumpah dengan diri-Nya sendiri. Oleh sebab itu, pusatkanlah perhatian anda untuk melaksanakan hak Allah Swt. yang telah diwajibkan pelaksanaannya atas diri anda. Kerana, sesungguhnya kebanyakan manusia zaman sekarang menghadapi fitnah (ujian berat atau bencana), berupa memikirkan secara berlebihan tentang rezeki. Hal itu merupakan hukuman atas mereka akibat melalaikan pelaksanaan perintah-perintah Allah seraya mengerjakan laran-larangan-Nya.
 
            Saya juga berpesan, agar anda senantiasa bersikap lemah-lembut dalam setiap urusan, mengutamakan keikhlasan dalam setiap amal dan kegiatan, meninggalkan kesibukan-kesibukan yang menghalangi antara anda dan Allah Swt. terutama yang berkenaan dengan harta dan keluarga. Berkonsentrasilah hanya dalam sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan anda dalam kehidupan mendatang. Kembalilah kepada Allah dan bertawakallah kepada-Nya dalam setiap keadaan; seraya meneladani Rasullulah Saw. Dalam akhlak, ucapan dan perbuatan.
 
            Usahakanlah sungguh-sungguh untuk membeningkan hatimu dan menyinarinya dengan tiga hal: Pertama, dengan membaca Al-Quran dengan tartil dan tadabbur (yakni menekuni tatacara pembacaannya dan merenungi maknanya). Kedua, dengan ber-zikrullah dengan penuh adab dan kehadiran hati. Ketiga, dengan melakukan qiyamullail (shalat malam) dengan hati luluh dan anggota tubuh yang khusyu’.
 
            Ada tiga hal yang perlu anda lakukan demi memudahkan terlaksananya letiga amalan di atas.. Pertama, meringankan perut dengan hanya makan sedikit saja. Kedua, memisahkan diri dari kelompok manusia yang lalai akan tuhannya. Ketiga, membebaskan diri dari kesibukan dunia yang fana
 

Mengerjakan Shalat Sunnah Witir dan Membaca Doa Sesudahnya

 
Saya berpesan pula, agar anda senantiasa mengerjakan shalat witir sebanyak sebelas rakaat. Ucapkanlah doa sesudah selesai mengerjakannya dan sesudah membaca beberapa teks tasbih dan doa yang telah diriwayatkan dari Nabi Muhammad saw, yaitu sebanyak empat puluh kali:
 
 (Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sungguh aku termasuk kaum yang zalim).
 
Dan sesudah melakukan shalat sunnat subuh, sebanyak empatpuluh kali:
 
(Ya Allah, Yang Maha Hidup, Yang Maha Pengawas, tiada tuhan selain Engkau).
 
Dan setelah itu, sebanyak duapuluh tujuh kali;
 
(Aku memohon ampunan bagi orang-orang Mukmin & Mukminat).
 
 
Mengerjakan Shalat Sunnah Dhuhâ
 
            Biasakanlah pula mengerjakan shalat sunnah dhuhâ secara rutin, sebanyak delapan rakaat, dan irirngilah dengan bacaan sesudahnya, sebanyak empatpuluh kali:
 
(Ya Allah, ampunilah daku dan berikanlah taubat (atas segala dosa-ku). Sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi Taubat lagi Maha Penyayang).
           
Dan bacalah pula sesudah shalat Zhuhur, sebanyak seratus kali:
 
(Tiada tuhan selain Allah, Sang Maha Diraja, Yang Maha Benar senyata-nyatanya).
           
Demikian juga sesudah shalat Asar, sebanyak duapuluh lima kali:
 
(Aku memohon ampunan Allah Yang Tiada Tuhan selain Dia; Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang; Yang Maha Hidup dan takkan tersentuh oleh kematian, dan aku bertaubat kepada-Nya. Ya Allah ampunilah daku).
           
Dan setelah shalat subuh serta setiap selesai shalat lima fardhu, bacalah sebanyak tiga kali:
 
(Maha Suci Allah, dan puji syukur bagi-Nya, tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan perkenan-Nya, Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung; sebanyak bilangan ciptaan-Nya, sebesar keredhaan-Nya, seberat ‘Arsy-Nya dan sebanyak tinta yang digunakan untuk menuliskan ciptaan-ciptaan-Nya)
 
Setelah itu, bacalah juga sebanyak tiga kali:
 
(Maha Suci Engkau Wahai Tuhanku, puji syukur bagi-Mu, aku bersaksi bahawa tiada tuhan selain Engkau, dan aku memohon ampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu. Dan aku memohon dari-Mu semoga engkau melimpahkan salawat dan salam atas hamba-Mu dan utusan-Mu: junjungan kami Nabi Muhammad saw, keluarganya dan para sahabatnya).
 
Saya juga berpesan agar anda senantiasa membaca, pada setiap hari dan secara rutin, beberapa zikir yang biasa dibaca pada pagi hari maupun sore hari. Teks-teks semua itu dapat anda peroleh dalam berbagai buku yang memang memuat doa-doa dan zikir-sikir seperti itu. Misalnya dan yang paling utama di antaranya adalah kitab Al-Adzhar An-Nawawiyah. Sekiranya anda ingin melakukan hal tiu, pilihlah di anatra doa-doa dan zikir-zikir yang tercantum di dalamnya, yang paling sahih, paling afdal dan paling mencakup makna yang anda inginkan.
 
 
Penutup
 
            Sebagai penutup pesan-pesan ini, di bawah ini saya kutipkan dua ayat Al-Quran yang mulia, serta dua hadis Nabi Saw. Serta beberapa atsar (peninggalan) yang diriwayatkan dari as-salaf ash-shâleh (para tokoh terdahulu yang baik-baik):
Kedua ayat tersebut adalah firman Allah Swt.: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apas aja yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa saja yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang lupa akan Allah, lalu Allah menjadikan meraka lupa akan diri mereka sendiri. Sungguh mereka itulah orang-orang yang fasik “(QS. Al-Hasyr [59] : 18-19).
 
Adapun kedua sabda Rasulullah saw adalah:
 
“Tiga perkara yag menyelamatkan: (1) takut kepada Allah dalam keadaan ghaib dan nyata, (2) kalimat yang adil dalam keadaan ridha maupun marah, dan (3) bersikap sederhana dalam keadaan kaya maupun miskin. Sedangkan tiga perkara yang membinasakan adalah: (1) sifat kikir yang dipatuhi, (2) hawa nafsu yang diikuti, dan (3) perasaan bangga pada diri sendiri.”
 
“barang siapa takut tertinggal, nescaya segera meneruskan perjalanan, dan barang siapa meneruskan perjalanan, nescaya mencapai tempat tujuan. Ketahuilah, ‘barang dagangan’ Allah amat mahal harganya. Dan sungguh,’barang dagangan Allah adalah syurga!”
 
Dan telah berkata Abubakar Ash-Shiddiq r.a. kepada Umar bin Khattab r.a. pada saat menunjukkan sebagai penggantinya menjabat sebagai khalifah, “ Bertakwalah Engkau wahai Umar, bilamana Engkau berkuasa atas manusia! Ketahuilah, bahawasanya Allah Swt mewajibkan atas manusia: beberapa kewajipan yang harus dikerjakan pada malam hari, yang takkan ia menerimanya apabila dikerjakan pada siang hari. Dan juga mewajibkan beberapa kewajipan yang harus dikerjakan pada siang hari, yang takkan ia menerimanya bilamana dikerjakan pada malam hari. Dan bahawasanya ia takkan menerima suatu amalan yang bersifat sunnah (anjuran), sampai amalan yang bersifat  fardhu telah ditunaikan sebelumnya. Adapun beratnya neraca timbangan manusia pada hari kiamat kelak, bergantung pada seberapa jauh mereka mengikuti kebenaran ketika masih hidup di dunia. Sedangkan ringannya neraca timbangan mereka pada hari kiamat nanti bergantung pada seberapa jauh mereka telah mengikuti kebatilan ketika masih hidup di dunia.”
 
Dan telah berkata Ali bin Abi Thalib k.w. (karramallahu wajhah), “ Ada enam perkara yang barang siapa mengamalkannya, tidak lagi perlu bersusah payah mencari-cari syurga dan tidak perlu pula merasa cemas akan seksa api neraka: (1) orang yang mengenal Allah lalu takut kepada-Nya. (2) orang yang mengenal setan lalu menentangnya. (3) Orang yang mengenal kebenaran lalu mengikutinya. (4) orang yang mengetahui kebatilan lalu menjauhkan diri darinya. (5) orang yang mengenal kesenangan dunia lalu menolaknya. (6) orang yang mengenal akhirat lalu mendarinya.”
Seseorang bertanya kepada seorang dari kalangan salaf (tokoh terdahulu) : “Bagaimana jalan menuju Allah?”
Seandainya anda mengenal Allah, tentu anda akan mengetahui jalan menuju kepada-Nya.” Jawab si tokoh yang ditanyai.
“Subhanallah! Bagaimana mungkin saya beribadat kepada sesuatu yang tidak saya kenal?”. “Bagaimana pula anda melakukan maksiat kepada yang telah anda kenal?”.
Seorang saleh berkata kepada seorang sufi dari kalangan abdâl : “Tunjukilah aku suatu amalan, yang dengannya aku bisa menemukan hatiku bersama-sama Allah selamanya.”
“Jangan melihat kepada manusia, kerana melihat mereka itu, menimbulkan kegelapan di dalam hati.”
“Aku tidak bisa melakukan seperti itu.” Kata orang itu.
“Kalau begitu, jangan mendengarkan omongan mereka kerana mendengar omongan mereka menyebabkan kekerasan hati.”
“Aku tidak kuasa melakukan seperti itu.”
“Jangan berurusan dengan mereka, kerana berurusan dengan mereka menimbulkan perasaan keterasingan ( dari Allah).”
“Bagaimana mungkin aku mampu bersikap seperti itu, sedangkan aku berada di tengah-tengah mereka.”
“Janganlah merasa senang dan nyaman berada di tengah-tengah mereka.”
“Kalau ini, mudah-mudahan saja aku mampu melakukannya.”
“Wahai engkau ini, memandang kepada orang-orang yang lalai, mendengar perkataan-perkataan  orang-orang yang berbuat pelanggaran dan berurusan dengan orang-orang yang tak berguna, lalu masih ingin hati anda bersama Allah selalu?!”
Muhammad bin Ka’b Al-Qurazhi berkata: “ Tiga sifat, barang siapa menyandangnya, sungguh telah sempurna imannya: apabila dalam keadaan redha, tidak menyebabkannya terseret ke dalam kebatilan; apabila dalam keadaan marah, tidak menyebabkannya keluar dari kebenaran; dan apabila memiliki kemampuan, tidak menyebabkannya mengambil sesuatu yang bukan haknya.”
Ibrahim Bin Ad-Ham (rahimahullah) berkata: “Para wali Allah selalu berpesan kepadaku apabila aku sedang bersama ahli dunia, hendaklah aku menasihati mereka dengan empat hal: “Barang siapa banyak berbicara, tidak akan merasakan kelazatan beribadah. Barangsiapa banyak tidurnya, takkan menemukan keberkahan dalam usianya. Barang siapa mengharapkan keredhaan kebanyakkan manusia, jangan berharap akan memperoleh keredhaan Allah. Dan barang siapa banyak bicara tentang apa yang bukan urusannya sendiri atau menggunjingkan orang lain, takkan keluar dari dunia ini dalam keadaan menyandang keislaman.”
Seseorang bertanya kepada Hâtim Al-Ashamm: “ Dari mana anda makan ?”
“ Dari khazanah Allah,” jawab Hâtim.
“ Apakah dilimpahkan atas anda roti dari langit ?” tanya orang itu lagi.
“Seandainya bumi ini bukan milik-Nya, pasti akan dilimpahkan-Nya dari langit.”
“Anda hanya pandai mengucapkan kata-kata!”
“Bukankah yang turun dari langit (yakni untuk para nabi) tidak lain adalah kata-kata juga?”
“Ah, aku tidak sanggup berdebat dengan anda,” kata orang itu.
“Itu kerana kebatilan tidak akan berjalan seiring dengan kebenaran.”
Telah berkata Ibrahim Al-Khawwâs : “Ilmu itu semuanya tercakup di dalamdua kalimat: “Jangan membebani diri untuk memperoleh sesuatu yang memang telah dijaminkan sepenuhnya untuk anda (yakni rezeki), dan jangan mengabaikan apa yang telah dituntut dari anda (yakni untuk dikerjakan).”
Sahl bin Abdullah Ash-Shufi berkata: :Barangsiapa hatinya bersih dari kekeruhan, penuh kearifan dengan pengalaman, dan telah sama baginya antara emas dan loyang, nescaya tak lagi membutuhkan sesuatu apa pun dari manusia selainnya.”
Berkata Sariyy As-Saqathi : “ Barangsiapa mengenal Allah, akan merasakan hidup (yang sebenarnya).Barangsiapa mencintai dunia, akan kehilangan akal. Adapun orang yang berakal, akan selalu berkelana siang dan malam tanpa ada guna.”
Berkata Abu Sulaiman Al-Dârâni : “Apabila nafsu manusia telah terbiasa menghindar dari dosa-dosa, roh mereka akan berkelana di alam malakut yang tinggi,dan kembali lagi kepada mereka dengan membawa berbagai hikmah yang indah-indah, tanpa harus diajarkan kepadanya oleh ilmuwan mana pun.”
Berkata Al-Junaid” :Kami tidak memperoleh ilmu tasawuf dari kata si anu. Tapi kami memperolehnya dari menahan lapar, meninggalkan dunia dan memutuskan hubugan dengan apa yang hanya berupa kebiasaan dan kegemaran.”
Seseorang dari kalangan sufi ditanya tentang apa itu tasawuf. Ia menjawab, “Itu adalah keluarnya seseorang dari setiap perilaku buruk, dan masuknya ia ke dalam setiap perilaku yang baik.”
Syaikh AbdulKadir Al-Jailani (r.a) berkata : “Barangsiapa benar-benar mengetahui apa yang dicari, ringanlah baginya segala pengorbanan.”
Kata beliau lagi: “Jadilah engkau, ketika bersama Al-Haqq (Allah  Swt), seolah-olah tidak ada seorang pun makhluk, dan jadilah, ketika sedang bersama makhluk, seolah-olah engkau tak memiliki nafsu terhadap apa pun. Kerana jika engkau bersama Al- Haqq seolah-olah tak ada seorang pun makhluk, nescaya engkau akan ‘menemukan’ dan ‘mengenal’ dan dirimu pun ‘sirna’ (fana) dari segalanya. Dan jika engkau ketika bersama makhluk, seolah-olah tak memiliki nafsu apa pun, nescaya dirimu akan menjadi penuh keadilan dan ketakwaan dan terhindar dari segala beban.”
 
Syaikh Abu Al-Hasan Al-Syâdzili r.a. berkata: “Orang kecintaanku berpesan kepadaku: “Janganlah melangkahkan kedua kakimu kecuali ke tempat di mana kau harapkan dapat menjumpai pahala Allah di sana. Janganlah duduk di mana pun kecuali di suatu tempat di mana engkau akan merasa aman dari pengaruh maksiat kepada Allah. Dan janganlah bersahabat kecuali dengan seseorang yang bisa membimbingmu kepada Allah, atau kepada perintah Allah. Namun sungguh sedikit sekali orang semacam itu.”
Dan katanya lagi: “Barang siapa mengaku dirinya mengalami suatu hal (keadaan, kedudukan) bersama Allah, tapi tampak darinya salah satu di antara lima sifat tertentu, maka ia adalah pembohong besar, atau hilang akalnya. Kelima sifat itu adalah: (1) berpura-pura (bersikap riya’) ketika  melaksanakan ketaatan kepada Allah; (2) melepaskan anggota-anggota tubuhnya terlibatd alam kemaksiatan  kepada Allah; (3) serakah terhadap milik makhluk Allah yang lain; (4) gemar memfitnah dan mengumpat orang-orang yang taat kepada Allah; (5) tidak menaruh rasa hormat terhadap kaum Muslim sebagaimana diperintahkan Allah s.w.t.”
Syaikh Ahmad (yang dikenal dengan nama Syaikh Zarruq r.a.) berkata; “Pokok-pokok ‘jalan’ para sufi ada lima: (1) bertakwa kepada Allah dalam keadaan sendirian mahupun ketika bersama orang lain. (2) mengikuti sunnah Nabi Saw., dalam perkataan atau perbuatan. (3) berpaling dari manusia ketika datang maupun pergi. (4) rela dan lapang dada sepenuhnya, terhadap apa yang diberikan Allah,s edikit maupun banyak. (5) kembali kepada Allah, dalam keadaan suka dan duka.”
(Semoga Allah berkenan meredhai para tokoh itu semuanya, dan menjadikan saya dan kalian semua termasuk dari golongan mereka itu dengan kurnia-Nya, Amin!)
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah Swt. yang telah memberikan petunjuk kepada kita. Sungguh, tiada kita akan beroleh petunjuk ,sekiranya Allah tidak berkenan memberikan petunjuk-Nya kepada kita. Telah datang utusan-utusan Tuhan kita dengan membawa kebenaran. Apa saja rahmat yang Allah bukakan pintunya untuk manusia, tak seorang pun mampu menahannya, dan apa saja yang Allah cegah, tak seorang pun sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa semua yang telah saya wasiatkan kepada anda, telah pula saya wasiatkan kepada diri saya sendiri dan segenap rekan-rekan dan sahabat-sahabat saya khususnya, serta kepada siapa saja yang sampai kepadanya wasiat ini, di antara saudara-saudara kita kaum Muslimin pada umumnya.
Salawat Allah dan salam-Nya semoga tercurahkan atas Nabi kita Muhammas Saw. Beserta keluarga dan para sahabat beliau.


sumber:
http://www.alhawi.net/nasihat/wasiat-pertama